Hakekat Berfilsafat
Filsafat merupakan tata
cara dalam berpikir. Banyak hal di dunia ini yang apabila dilakukan terdapat
tata cara bagaimana melakukan hal tersebut. Seperti dalam melakukan ibadah,
misalnya pada kaum muslimin yakni ibadah sholat. Dalam melakukan sholat, kaum
muslimin tidak serta merta melakukan dengan sesuka hati. Tetapi terdapat
tuntunan atau tata cara dalam melakukannya, seperti wudhu, niat, ruku’, sujud
dsb. Begitu pula dalam berpikir, terdapat adab atau tata cara yang dapat
dipelajari dalam melakukan olah pikir.
Jika kita mempelajari
tata cara filsafat sama saja dengan kita sedang berfilsafat. Filsafat mempunyai
karakter altima, yakni puncak. Puncak berpikir, puncak keadaan, ataupun puncak
urusan dunia. Walaupun terdapat kendala dalam berfilsafat yakni berasal dari
keadaan. Karena kehidupan tidak akan lepas dari keadaan, saking pentingnya
keadaan maka dalam filsafat kehidupan dapat didefinisikan sebagai keadaan.
Sedangkan unsur dari keadaan adalah potensi dan fakta. Artinya dalam menjalani kehidupan, kita
sebagai manusia mempunyai potensi dan fakta. Potensi merupakan suatu keinginan
atau cita-cita yang ada pada diri manusia. Sedangkan fakta merupakan hal yang
sedang terjadi atau dialami oleh manusia.
Dalam mempelajari
filsafat atau berfilsafat hanya diperlukan dua macam bekal saja yakni berpikir
kritis atau berlogika dan pengalaman. Berfilsafat harus dimulai dari
pemikiran-pemikiran yang remeh dan sepele. Sehingga dalam berfilsafat tidak
perlu menunggu suatu kejadian yang besar dan menggemparkan dunia. Pengalaman
juga diperlukan dalam berfilsafat, semakin banyak pengalaman hidup yang
diperoleh maka semakin mudah orang tersebut mencapai altima dalam berfilsafat.
Seperti yang telah
disebutkan, bahwa filsafat adalah altima yakni puncak atau tinggi. Tetapi
diatas filsafat ada yang lebih tinggi lagi yakni spiritual. Maka metode
berfilsafat pada hal tertentu sama dengan metode spiritual dan juga menyangkut
metode keilmuan serta menyangkut metode-metode dalam kehidupan sehari-hari yang
dirangkum menjadi satu. Sehingga metode
yang digunakan untuk mempelajari filsafat adalah metode kehidupan karena
sesungguhnya filsafat sendiri adalah hidup. Metode hidup adalah apa yang kita
alami dari semenjak lahir sampai sekarang kita menghirup nafas. Kita pernah menulis, membaca, berjalan,
menjelaskan, bertanya, itu semua adalah metode hidup yang pernah kita alami.
Untuk mengetahui filsafat kita perlu banyak pertanyaan, saking pentingnya
pertanyaan dapat dikatakan sebenar-benarnya berfilsafat adalah mengutarakan
banyak pertanyaan.
Banyak orang yang
berfilsafat bisa mencapai titik altima, tetapi mengindahkan bahwa di atas titik
tersebut terdapat yang lebih tinggi yakni spiritual. Spiritual digariskan secara
absolout yang diturunkan melalui norma-norma sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing. Setinggi-tinggi ilmu, secanggih teknologi
berkembang, jangan sampai kita meninggalkan spiritual. Jika dapat dibandingkan,
maka perbandingan berfikir filsafat dengan spiritual adalah 1: 10. Sejauh-jauh
pengembaraan dalam filsafat, maka kita harus kembali kepada dimensi spiritual.
Pertanyaan:
1.
Salah satu karakter filsafat adalah
altima atau mencapai titik puncak dalam berpikir. Sebenarnya indikator apa yang
bisa menjadi tanda bahwa kita berada pada titik altima dalam berfilsafat?
2.
Bekal untuk berfilsafat adalah berpikir
kritis dan pengalaman. Sedangkan keduanya mempunyai tingkatan yang berbeda
untuk setiap orang. Seberapa besar pengaruh dua hal tersebut dalam berfilsafat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar