Selasa, 13 Desember 2011


Metodologi Pembelajaran Matematika

By: Dr. Marsigit, M.A
Reviewed by : Fikri Hermawan

Commonly, mathematics teachers get difficulties to handle the differences of students’ abilities. The teachers inhibit the activities of smart students to wait fot the less intelligent students. And to the less intelligent students, teachers try to involve so that they can chase the smart students although it seems so hard to do.

Ebbutt and Straker (1995: 10-63), gave the guiding to the mathematics teachers to involve so that the students feel fun with mathematics in school. The guiding that they gave is based on basic assumption about the nature of mathematics and the nature of learner:
a. Mathematics is the activity to search pattern and relationship.
b. Mathematics is creativity which need imagination, intuition, and discovery.
c. Mathematics is problem solving activity.
d. Mathematics is communication tool.

In the other side, Ebbutt and Straker (1995: 60-75), gave their view in order to students’ potention can be developed optimally, then these assumptions and implications can be the references:
1. The students will learn if they get motivation.
2. The students learn by their own ways.
3. The students learn independently and by colaboration
4. The students need different context and situations in their learning.

So that mathematics can be taught more attractive, so Ebbutt and Straker gave the suggestions:
1. Preparation of teaching stage
2. Learning stage
3. Evaluation stage


INOVASI PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN GAIRAH SISWA DALAM BELAJAR
By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Managing teaching learning is not a simple problem. At least four point of view what we should do to manage teaching learning process ( Kuhs and Ball, 1986 in Grouws, 1992) :
1. The group that believes that learning should be emphasized on understanding the material
2. Groups who argue that learning needs give priority to the learning outcomes
3. The group that believes that learning should learner-centric subjects, so that they can develop and build knowledge
4. The group that believes that learning should starting from the planning of classroom management that is conducive to learning

Learning should provide opportunities for teachers to using the choice of teaching methods are adjusted with the level of students abilities such as: method of exposition by the teacher, discussion method, problem solving method, discovery metdod, basic training skill and principles, and also application method.

There are three aspects that the teacher have to pay attention, cognitive aspect, affective aspect, and psycomotor aspect. Development of Cognitive Aspects Ebbutt and Straker (1995: 60-75), gave his view that in order potential students can be optimally developed, assumptions about the characteristics of students and implications for learning is given as follows:
a.    The students will learn if they have the motivation
b.    The students studying in their own way
c.    The students learn both independently and through cooperation with friend
d.    The students need the context and circumstances that vary in their study

There are several classifications (taxonomy) affective aspects, such as taxonomy by krathwhol, et al (1981) and taxonomy by Wilson (1971). According to Krathwhol affective aspects include receiveing, responding, formating of values, the organization and characterization. In addition to aspects of cognitive and affective aspects, aspects of psycomotor skills (Performance) also have an equally important role for know the student's skills in solving problems.


PHILOSOPHICAL EXPLANATION ON MATHEMATICAL EXPERIENCES  OF THE FIFTH GRADE STUDENTS
                         

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Tingkat diskusi filosofis memiliki karakteristik tersendiri seperti kebutuhan untuk cross-check serta membandingkan dengan beberapa titik pandang independen, untuk membangun teori umum tentang subjek terkait. Mackenzie, JS, (1917), menyatakan bahwa filsafat harus memperhatikan hasil penyelidikan umum dari semua ilmu sebagai usaha untuk membangun sebuah teori umum. Untuk mencapai tujuan, penulis menggunakan beberapa pendekatan filosofis seperti interpretasi, coherences internal, idealisasi, perbandingan, analogi dan deskripsi. Berdasarkan pendekatan-pendekatan, penulis menyesuaikan Hermenetics Greimas Struktural Analyses untuk menunjukkan hubungan antara komponen-komponen pengajaran penomoran desimal dengan materi fisik seperti yang dilakukan sebagai bagian dari penelitian Kaye Stacey dkk.

Penelitian ini telah memberikan peneliti wawasan ke dalam peran yang berbeda dari ketaatan epistemis dan aksesibilitas bahan pembelajaran fisik. Para peneliti berpendapat bahwa ketaatan epistemis diperlukan untuk mengajar yang baik didasarkan konsep dengan model, sedangkan aksesibilitas mempromosikan keterlibatan kelas. Ketaatan epistemis dan aksesibilitas memiliki peran yang berbeda dalam pembentukan transparansi. Dari semua temuan tersebut, penulis berusaha untuk mengembangkan metode untuk mengungkap apa yang ada di balik konsep-konsep. Lebih dari semua itu, kita menganggap untuk status pengetahuan matematika yang dimiliki siswa dihasilkan dengan memanipulasi bahan fisik, dalam skema dari Greimas Struktural Hermenetics Analyses.

Jika perbedaan antara dua jenis persepsi masih mitos, maka kita masih bisa berdebat pada status pengetahuan matematika. Seperti diakui oleh para peneliti bahwa beberapa bahan manipulatif dapat mengganggu salah tafsir dan terbuka, bisa menjelaskan dengan teori doubleaffection karena fakta bahwa para guru sudah akrab dengan konsep-konsep yang disajikan. Penulis memandang bahwa gagasan Kant tentang penampilan dalam diri mereka dan hal dalam diri mereka sendiri berguna untuk menjelaskan masalah visibilitas dan atau tembus dari perangkat mekanik.

Penulis menekankan bahwa konteks yang berbeda, yaitu dalam jangka waktu dan ruang seperti yang diberitahukan oleh Kant, dapat mempengaruhi persepsi siswa dari objek. Oleh karena itu, guru perlu untuk membuat orang-orang di sekitar siswa semacam faktor sebagai pendukung satu dalam belajar mengajar matematika. Hubungan antara fitur dari perangkat dan pengetahuan target sangat intensif akan dibahas oleh Kant dalam Critical of Pure Reason. Teori umum dari aspek proses belajar mengajar matematika adalah untuk mengejar dalam jangka waktu hubungan siswa sebagai bahan subyek dan fisik sebagai obyek dalam skema Hermenetics Greimas Struktural Analyses. Upaya untuk mengejar hubungan tersebut akan menentukan tingkat kualitas sudut pandang filosofis


ENGLISH FOR VOCATIONAL EDUCATION

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Berdasarkan dengan konsep kompetensi komunikatif, faktor-faktor berikut harus ada dalam pendidikan kejuruan bahasa inggris:
a.       Kemampuan berbahasa inggris yang memadai.
b.      Dalam berkomunikasi, siswa diharapkan untuk berinteraksi dengan siswa lain serta komunkasi dalam proses pembelajaran konten dalam bahasa Inggris .
c.       Siswa harus diberi kesempatan cukup untuk mengembangkan konten pengajaran dalam bahasa inggris.
d.      Peran guru tidak hanya untuk memfasilitasi komunikasi tetapi juga untuk memfasilitasi bahwa bahasa inggris dijadikan sebagai alat komunikasi utama.
e.      Perlu bagi guru untuk memberi dorongan siswa untuk membiasakan berbicara dalam bahasa Inggris.
f.        Perlu bagi guru untuk mengembangkan media dan alat bantu pengajaran yang mendukung baik isi pengajaran dan Inggris

Di dalam mengembangkan metode mengajar pelajaran di dalam Bahasa Inggris guru harus menyediakan peluang kepada siswanya untuk aktif. Selain itu guru juga melibatkan siswa secara aktif untuk berdialog, melibatkan para siswa dalam tugas-tugas dunia nyata, menciptakan jaringan siswa dan guru. Siswa dan guru juga harus menjalin kerjasama dalam mengembangkan teknologi dan informasi, keterampilan, memberi tugas tepat, memberi motivasi kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Di era globalisasi ini perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi berkembang pesat dalam kehidupan sehari – hari, baik dalam dunia pendidikan maupun dalam dunia pekerjaan. Untuk menghadapi itu semua diperlukan bekal yang matang untuk menghadapinya. Sebagai seorang pendidik adalah sangat penting untuk membekali siswa sekolah dengan keterampilan yang diperlukan dan pemahaman untuk memungkinkan mereka untuk merasa dan menjadi kompeten dalam bidang ini.

Kamis, 08 Desember 2011


Pengembangan Kompetensi Guru Matematika SMP RSBI Melalui Lesson Study

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Education has a vital role in the process of improving the quality of human resources. Therefore, education is expected to be one vehicle to prepare the nation's generation, so the birth of human resources that are reliable and have the ability to face the dynamic development of science and technology today are fast, precise and effective. The purpose of learning mathematics, namely: Train ways of thinking and reasoning in drawing conclusions, develop creative activities, develop problem-solving skills, and developing skills in conveying information or communicate ideas.

Lesson Study conducted activities consist of classroom action research in each school along with observations by teachers and researchers and continued with a reflection activity. Researchers plan to conduct at least two cycles. Each rotation cycle of action includes planning, implementation of actions and observations, and reflections. In the first cycle, the activities carried out at this stage is to develop guidelines for observation, interview guidelines, and questionnaires on the results of discussions with faculty research mentors. In the second cycle, the activities carried out in the second cycle has a purpose for improvement of the first cycle.

This study aims to enhance the pedagogic competence, professional and social teaching of mathematics at SMP RSBI through Lesson Study in three school SMP Negeri 1 RSBI Wates, SMP Negeri 1 Bantul, SMP Negeri 1 Galur, Kulon Progo. Lesson Study activities are held at large running smoothly, but since the eruption of Mount Merapi, then there are adjustments and repair schedules. Lesson Study activities developed capable of encompassing the research activities of students by developing an instrument of reference chosen.

Teacher Competencies developed include: Competency develop realistic approach to mathematics, Mathematical Competence development and competence develop methods Thingking discussion, between teachers and pupils and between pupils and students, methods of solving problems and methods of investigation. While the student activities related to teacher competence is examined and analyzed independently by the student for the purpose of writing a thesis.



INOVASI PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN
GAIRAH SISWA DALAM BELAJAR

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Teachers in managing the learning is not easy because often find that students sometimes have difficulty in learning (Jaworski, 1994: 83). Therefore there is no right way to teach. And a multitude of facts obtained that is not easy for teachers to change teaching style (Dean, 1982: 32). While we as educators are required to always make the learning method in accordance with the demands of changing times (Alexander, 1994: 20). Judging from the lecturer or teacher's teaching style, there are two polar views of the results-oriented and process-oriented.

If teachers are required to innovate learning then he should be part of a system that promotes innovation as well. Given the teacher in organizing learning often use the textbook as a reference, then so too can become an obstacle for its innovation efforts (Schifter, 1993). Furthermore, he stated that if the teacher has had the desire to innovate, so it may not necessarily occur if policymakers do not give a chance for it. This shows how the concept of plural potential disagreement from the start point for educational innovation.

Competency-based education, now as an alternative to organized learning that emphasizes the skills that should be owned by the graduates; curriculum was developed based on the elaboration of a basic skills competency standards. Standards of competence is an ability that can be performed or displayed in learning, while the minimum basic skills is an ability in the subject which should be owned by students. Basic skills may include the ability of affective, cognitive and psychomotor. The core of the curriculum is competency based on contextual teaching and learning (CT & L), meaningful teaching, attention to life skills in the form of generic skills (personal skills, social skills, academic skills and proficiency skills).

All abilities or competence developed was assessed by the principle of authentic assessment that is not only on memory and comprehension level but up to the application. So that teachers can create learning innovations can make a passionate enthusiasm for student learning, there are some concepts that need to be understood about the nature of science includes understanding each field, the nature of the subject students, and changes in attitude and implementation associated with the change of paradigm.


DEVELOPING MATHEMATICS EDUCATION IN INDONESIA

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Gambaran umum pada saat proses kegiatan pembelajaran di Indonesia adalah guru memberikan dan menjelaskan mengenai materi pelajaran yang diikuti oleh siswa-siswa yang menggunakan kertas dan pensil untuk mencatat materi pelajaran yang guru sampaikan.  Fungsi guru sebagai tokoh sentral dalam menentukan kegiatan dan melakukan instruksi di dalam kelas. Dan siswa jarang aktif terlibat dalam pembelajaran secara langsung apakah dari siswa satu ke siswa yang lain atau memulai proses interaksi dengan orang lain. Kebanyakan guru yang diamati menghabiskan sebagian besar waktu untuk menyampaikan informasi kepada siswa, sehingga papan tulis sejauh ini bantuan visual yang paling umum dan sangat sering digunakan guru untuk menulis daripada untuk melakukan presentasi guna sebagai tempat menuangkan ide-ide siswa mengenai materi pelajaran.

Dalam mempersiapkan guru-guru Sekolah Dasar dan Menengah, banyak sekali masalah yang dihadapi seperti orang-orang yang mendaftar (input) untuk LPTK memiliki potensi akademis yang rendah dan LPTK swasta dengan kualitas rendah yang juga ikut memproduksi guru Matematika dan IPA sehingga dikhawatirkan akan menghasilkan output yang rendah juga. Pelatihan guru Matematika dan IPA tidak terorganisir dan sistematis, baik dari segi konten dan manajemen.

Sedangkan di bidang kurikulum, ditemukan bahwa: (a) masih banyak guru mengalami kesulitan dalam menganalisis isi dari Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), (b) sejumlah materi Matematika dan IPA yang dianggap sulit bagi guru untuk mengajar, (c) sebagian besar anak-anak mempertimbangkan beberapa materi Matematika dan IPA sulit dipahami, (d) guru menganggap bahwa urutan beberapa topik perlu diatur kembali, (e) guru menganggap bahwa aspek-aspek matematika perlu disederhanakan, (f) guru menganggap bahwa mereka perlu pedoman untuk melakukan proses mengajar  menggunakan ilmu pendekatan keterampilan proses.

Dengan berbagai masalah tersebut, maka sudah selayaknya kita tidak tingggal diam untuk segera mengatasi dan mencoba untuk lebih mengembangkan serta meningkatkan pendidikan di indonesia. Salah satu yang telah dilakukan adalah dengan melakukan kerjasama internasional dalam pengembangan pendidikan khusunya matematika dan IPA. Kerja sama JICA IMSTEP yang merupakan proyek pengembangan pengajaran pendidikan matematika dan IPA telah berjalan sejak 1 Oktober 1998. Diharapkan bahwa sejumlah kegiatan JICA IMSTEP dilakukan untuk meningkatkan praktek mengajar guru di sekolah.

 Dua kegiatan yang direvisi termasuk dalam Project Design Matrix adalah "Untuk melakukan uji coba dalam meningkatkan pendidikan matematika dan IPA di sekolah dasar / menengah" (UU 19/01) dan "Untuk bertukar pengalaman tentang kurikulum dan implementasinya dengan sekolah-sekolah dan dalam layanan lembaga-lembaga pelatihan guru ". (UU 1-20). Kedua kegiatan yang ditambahkan untuk mengakomodasi harapan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa hasil dari proyek harus memiliki efek langsung ke sekolah.

Pemerintah Indonesia berusaha untuk mengatasi berbagai masalah terkini terkait dalam masalah pendidikan dan mengambil tindakan untuk menerapkan kurikulum baru "Kurikulum Berbasis Kompetensi" untuk pendidikan dasar dan menengah yang efektif dimulai pada tahun akademik 2004/2005. Kebijakan ini secara logis akan menyiratkan beberapa aspek berikut: program otonomi pendidikan, mengembangkan silabus, meningkatkan kompetensi guru, fasilitas belajar, penganggaran pendidikan, pemberdayaan masyarakat, sistem evaluasi dan jaminan kualitas.


MATHEMATICAL THINKING ACROSS MULTILATERAL CULTURE

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

APEC Education Ministerial Meeting yang diselenggarakan pada 29-30 April 2004 di Santiago, dengan prioritas untuk kegiatan jaringan masa depan untuk merangsang pembelajaran di Matematika dan Sains. Berdasarkan prioritas ini, ada beberapa kegiatan proyek APEC untuk mendorong studi kolaborasi pada inovasi untuk mengajar dan belajar matematika di budaya yang berbeda.

Di Australia, jika siswa untuk menjadi ahli matematika yang baik, maka ‘mathematical thinking’ perlu menjadi bagian penting dari pendidikan mereka. Selain itu, siswa yang memiliki pemahaman tentang komponen berpikir matematis akan dapat menggunakan kemampuan secara mandiri untuk memahami matematika yang mereka pelajari. Australia, berpikir matematika tidak hanya penting untuk memecahkan masalah matematika dan pembelajaran matematika. Seorang guru membutuhkan pemikiran matematika untuk menganalisis materi pelajaran perencanaan subjek untuk tujuan tertentu dan mengantisipasi respon siswa.

Di Jepang, berpikir matematis berdasarkan sikap matematika, dilakukan dengan representasi matematis dan diperlukan untuk memahami. Ada empat kategori standar evaluasi: sikap, berpikir matematika, representasi, dan pemahaman. Setiap kategori berhubungan dengan orang lain. Urutan keempat kategori menyerupai proses berpikir, tetapi tidak spesifik untuk matematika karena kondisi serupa ada di mata pelajaran akademik lainnya. Menteri Pendidikan Jepang merekomendasikan bahwa guru memiliki kewenangan mengambil keputusan untuk mengajar pelajaran didasarkan pada kondisi pengamatan yang dikembangkan dari empat kategori. Dalam rencana pelajaran pada bagian pertama dari Lesson Study, guru menganalisis materi pelajaran dan mengantisipasi respon siswa. Dalam proses ini, guru merencanakan pelajaran dengan mengingat empat kategori. Dengan demikian, Menteri Pendidikan Jepang merekomendasikan bahwa guru menjelaskan empat kategori dengan konsep-konsep matematika tertentu yang harus muncul dalam pelajaran tertentu.

Di Indonesia, seperti yang terjadi juga di Malaysia. Hasil pemeriksaan, terutama hasil pemeriksaan kepada publik tetap digunakan sebagai akuntabilitas kinerja sekolah. Hal ini juga umum bagi kepala sekolah untuk menggunakan kinerja sebagai penilaian untuk menilai guru mengajar siswa kinerja. Di bawah tekanan untuk mencapai hasil ujian yang sangat baik, tidak mengejutkan untuk mengamati bahwa kebanyakan guru cenderung mengajarkan untuk menguji. Para guru lebih cemas untuk menyelesaikan silabus sehingga untuk menjawab dengan harapan kepala sekolah dan orang tua, terlepas dari pemahaman siswa dan belajar. Ini semacam sindrom yang sering membuat guru mengajar dengan cara yang cepat dan langsung dari informasi / transfer pengetahuan. Siswa diajarkan untuk menguasai teknik menjawab, bukannya melaksanakan keterampilan matematika berpikir dan strategi untuk memecahkan masalah.



Kamis, 01 Desember 2011


Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi Di SMK

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri hermawan

Teach of mathematics do not easy because a fact indicated that the students did begin difficult experience on mathematics learning (Jaworski, 1994). The learning of mathematics in the school that usually can be defined such as following below: mathematics like an activity investigation of pattern and relationship; mathematics like a creativity is necessary of imagination, intuition, and discovery; mathematics like an activity of problem solving; and mathematics like a tool of communications. Characteristic of students are being divided as three main aspects such as below:

1. Develop of cognitive aspect
Some cognitive aspect on the mathematics learning that is assume about characteristic of students and implication toward mathematics learning to be given by them such as the students are studying mathematics if they have a motivation at them self; the students are studying with them manner which be looked more easy for to be used; the students are studying both by self-employed or cooperation’s team; and also the students are necessary context and different situation on the learning mathematics.

2. Hierarchy of effective aspect
Some classifications are effective aspect such as receiving, responding, valuing, organization and characteristic. So can to appear students attitude.

3. Develop of psycomotoric aspect
Psycomotoric aspect is very important to know student’s skills in order to problem solving. This aspect is more often execute physical activity.

Competent-Based Curriculum for mathematics learning process is being posted so that the students can execute investigation activity of pattern and contextual; to develop creativity with imagination, intuition and discovery; do activity of problem solving; and also main’s communication of them mathematics to other human. But this is very regrettably, because this curriculum is only to use as testing of curriculum which later to be perfected by School-Based Curriculum. Directive of development School-Based Curriculum is being talked that mathematics learning can be begun with introduction of problem by contextual problem.




Konsep Dasar Kurikulum 2004
Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU)/ Madrasah Aliyah Negeri

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri hermawan

Making syllabi is not easy. We need to think deeply for making syllabi, in this case we talk about syllabi of mathematics. We have six important fundamental principal that we need to pay attention:
1. Chance for learning mathematics for any people
2. Curriculum is not only the set of mathematics subjects, but also can be used to reflect the mathematics’ activity
3. Understand the need of students who learn mathematics
4. Chance for students who learn mathematics to construct their own knowledge
5. Need to use assessment to increase the quality of learning mathematics
6. Use any method of learning that relevant to the material
The six principal above is the base of spanning any syllabi, also spanning the syllabi of curriculum that based on competition. Today, curriculum that based on competition (KBK) is the choice for making education of Indonesia better. There are some reasons why KBK is chosen today:
1. Students have different potency
2. Indonesia is still on low grade of education
3. Competition in globalization era make the strong student will be exist and the weak student will be eliminated
4. We need the standard of competence when student graduate
This KBK focus on the ability of the graduated student, so when the student go to the real life they will have life skill. In this mathematics, logic is the main idea, logic needed in any part of our life, logic is the key for unlock the real life problem. The ability to think logically can be train if students try to solve the problem. Ebbutt and Straker (1995:10-63) defined school mathematics is about: mathematics is about finding pattern and relationship; mathematics is intuition and researsch; mathematics is problem solving; mathematics is the way to communicate.


Developing Teacher Trainin Textbooks for Lesson Study in Indonesia

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Peningkatan kualifikasi, kompetensi, dan setifikasi guru dan tenaga kependidikan di Indonesia (Berdasarkan UU No 14/2005) menempatkan guru sebagai pilar utama, yang bertujuan: guru harus memenuhi kualifikasi minimal 4 tahun Sarjana; kuliah harus memenuhi kualifikasi minimal tingkat Master / Ph.D; dan guru harus memiliki sertifikat mengajar. Kerangka hukum untuk reformasi pendidikan di indonesia memerlukan regulasi yang komprehensif untuk mengatur semua aspek pendidikan di semua level. Hal ini juga perlu beradaptasi dengan paradigma “Pendidikan untuk manusia secara kesuluruhan” daripada “Pendidikan untuk penolong pembangunan manusia”.
Menyediakan buku merupakan salah satu kebijakan penting untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Program ideal untuk menyediakan kebutuhan skala besar buku-buku tersebut tidak harus dimonopoli oleh satu atau beberapa lembaga, tetapi membiarkan sekolah untuk memilih kebutuhan buku teks yang tepat yang akan digunakan mereka sendiri. Sehingga siswa memiliki hak mereka untuk memilih dan oleh buku mereka sendiri tanpa banyak intervensi oleh guru atau oleh sekolah.
Namun, situasi yang terjadi di lapangan adalah bahwa hal ini masih sangat jauh bagi guru untuk menghasilkan buku-buku mereka sendiri. Alasan utama adalah kurangnya keterampilan untuk menulis sehingga tidak dapat menghasilkan kualitas buku yang baik dan terjamin mutunya. Dalam kasus penyediaan buku teks, kita menghadapi masalah besar dengan jumlah siswa yang tidak sedikit yang tidak bisa membeli buku karena kebanyakan mereka memiliki latar belakang ekonomis yang dapat dikategorikan sebakgai golongan orang yang tidak mampu. Sehingga banyak harapan dari para guru, siswa dan masyarakat agar pemerintah mampu menyediakan buku-buku dengan harga yang lebih terjangkau.
Upaya pengembangan buku untuk SMP dalam mata pelajaran Matematika harus selalu menempatkan perhatian pada bagaimana kriteria sebuah buku yang baik. Sedangkan hidup adalah dinamis yang selalu berubah dari waktu ke waktu, gaya hidup dan kebtuhan orang-orang juga berubah. Jadi, untuk waktu tertentu dan konteks tertentu, tidak ada kriteria buku teks yang baik. Namun, kita dapat mengikuti teori umum yang ada dan beberapa asumsi, atau dengan saling berbagi dan bertukar pikiran dalam rangka untuk menyediakan buku teks lebih baik.



SUPPORTING EVIDENCES AND MONITORING TO DEVELOP SCHOOL-BASED CURRICULUM FOR JUNIOR HIGH SCHOOL MATHEMATICS IN INDONESIA

By : Dr. Marsigit, M. A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Pemerintah Indonesia menerapkan kurikulum baru yaitu kurikulum berbasis sekolah untuk pendidikan dasar dan menengah yang secara efektif dimulai pada tahun akademik 2006/2007. Kebijakan ini secara logis meliputi beberapa aspek berikut: otonomi program pendidikan, pengembangan silabus, meningkatkan kompetensi guru, fasilitas belajar, anggaran pendidikan, memberdayakan masyarakat, evaluasi sistem dan jaminan kualitas. Pada setiap sosialisasi kurikulum baru ini, selalu ada sebuah program untuk menguraikan dan metode untuk mengembangkan silabus. Kurikulum 1994 ditandai sebagai terdiri dari 80% dari konten nasional, sementara Kurikulum berbasis sekolah ditandai sebagai muatan lokal terdiri dari 80%, pendekatan berbasis kompeten dan menerapkan model untuk sosialisasi nya.

Saat ini masyarakat Indonesia secara dinamis mengalami perubahan yang sangat cepat dari semua aspek kehidupan. Kurikulum berbasis sekolah dapat menjadi titik awal guru matematika di Indonesia untuk memperbarui paradigma mengajar mereka. Ini mendorong para guru untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dari pendekatan yang berbeda dalam rangka untuk membuat pilihan informasi dan ketika diperlukan harus siap untuk mempelajari keterampilan baru dalam kepentingan pengajaran matematika yang efektif .

Melalui kurikulum baru, guru harus mampu merespon masing-masing murid karena keterampilan anak-anak sangat bervariasi. Untuk menerapkan kurikulum yang baru, pengelolaan berbagai dukungan layanan harus tersedia untuk memaksimalkan guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini juga memberikan kesempatan kepada pemerintah pendidikan di Indonesia untuk melihat secara mendalam pelaksanaan kurikulum pada tingkat kelas. Pemantauan pelaksanaan kurikulum berbasis sekolah menunjukkan bahwa ada faktor-faktor dari siswa, guru dan masyarakat yang belum optimal didukung kurikulum baru. Hasil evaluasi pelaksanaan kurikulum baru ini masih harus diperbaiki. Sehingga pemerintah pusat perlu untuk melakukan berbagai usaha agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan matematika. 

Sabtu, 19 November 2011


STIMULATING PRIMARY MATHEMATICS GROUP-DISCUSSION

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Penelitian ini mengembangkan tiga siklus penelitian tindakan kelas dari skema pengajaran yang berbeda, yang merupakan bagian dari praktik umum dalam pengaturan pendidikan, yang bertujuan memberikan pengalaman siswa untuk mengembangkan konsep mereka. Proses penelitian tindakan meliputi identifikasi dan analisis masalah, merancang strategi untuk memecahkan masalah, menerapkan dan menguji strategi, mengevaluasi efektivitas strategi, mencerminkan hasil, kesimpulan, mengulangi penelitian dan terakir pelaporan temuan.

Sebelum proses penelitian, peneliti harus mohon izin dan persetujuan kepada guru dan kepala sekolah untuk melakukan penelitian tindakan kelas. Guru dan peneliti kemudian mengusulkan dan mempersiapkan serangkaian kegiatan dalam skema penelitian tindakan kelas. Pada siklus pertama, guru mengarahkan siswa untuk memiliki beberapa kompetensi untuk mengkarakterisasi beberapa pola nomor dengan melakukan penjumlahan dua digit angka. Skema proses belajar mengajar pada siklus 1 adalah:

1.Guru memperkenalkan pelajaran, menyampaikan materi, mengajukan permasalahan, dan memberikan penjelasan tentang apa yang harus dilaksanakan siswa.
2.Mengkondisikan siswa agar menambahkan masing-masing dua digit angka tersebut, dalam kelompok diskusi.
3.Guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasildiskusi mereka, kemudian berusaha menyimpulkan hasil. Sebelum brdiskusi, siswa telah diberikan lembar kerja oleh guru.

Dari siklus pertama diperoleh bahwa ada beberapa karakteristik upaya siswa untuk membangun pengetahuan mereka. Beberapa siswa menunjukkan bahwa mereka melaksanakan tugas seperti biasa, namun ide dikembangkan dan mereka mencoba untuk membangun konsep sendiri.

Dalam siklus kedua, guru mengarahkan siswa untuk memiliki beberapa kompetensi untuk mengkarakterisasi beberapa pola nomor dengan melakukan pengurangan dari dua digit angka. Skema prosesnya sama dengan siklus 1, hanya saja penjumlahannya diganti dengan operasi pengurangan. Dalam sesi ini, siswa dipandang sebagai dinamis dan, secara sosial dibangun dalam interaksi dalam kelompok diskusi kecil. Aktivitas siswa mencerminkan keterlibatan dan minat yang tinggi dalam pemecahan masalah. Dalam seluruh sesi tidak ada indikasi siswa untuk menolak terlibat dalam aktivitas tertentu. Aspek konstruksi sebagian siswa sudah terlihat, namun ada sebagian yang belum, sehingga hal ini menunjukkan bahwa, ada berbagai kepentingan dan cara yang berbeda untuk membangun kegiatan mereka.


PHILOSOPHICAL AND THEORETICAL GROUND OF MATHEMATICS EDUCATION

By: Dr. Marsigit, M.A
Reviewed by : Fikri Hermawan

Ideologi pendidikan matematika mencakup sistem atau cara mana yang akan diimplementasikan dalam pendidikan matematika. Ideologi dijelaskan oleh Cochran-Smith dan Fries (2001) dalam Furlong (2002) sebagai fondasi proses reformasi. Furlong dikutip eatherstone (1993) menjelaskan bahwa ideologi adalah salah satu konsekuensi paradoks dari proses globalisasi, kesadaran akan keterbatasan manusia, tidak untuk menghasilkan homogenitas, tetapi untuk membiasakan kita dengan keragaman yang lebih besar, dengan berbagai pilihan budaya lokal.

Landasan pendidikan matematika meliputi dasar untuk pendidikan matematika dalam kasus yang ontologi, epistemologi dan aksiologi. Maka kita akan memiliki studi ontologis mengenai pendidikan matematika, landasan epistemologis pendidikan matematika dan landasan aksiologis pendidikan matematika, atau kombinasi antara dua atau di antara tiga. Matematika terdiri dari ide-ide pemikiran. Selanjutnya, pemikiran matematika adalah kontinyu dan evolusi, sedangkan ide-ide matematika konvensional sering diperlakukan seolah-olah memiliki kualitas statis tertentu.

Filosofis, tujuan pengembangan pendidikan matematika melalui sertifikasi, transfer pengetahuan, kreativitas adalah untuk mengembangkan pemahaman siswa. Seorang guru menyatakan bahwa tujuan dari pelajaran matematika adalah untuk mencapai gagasan yang dinyatakan dalam silabus. Sementara yang lain mungkin menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang benar tentang matematika. Jadi tujuan pendidikan matematika harus memungkinkan siswa untuk menyadari, memahami, memanfaatkan dan melakukan penerapan matematika dalam masyarakat, di khusus untuk situasi yang penting untuk kehidupan pribadi, sosial dan profesional (Niss, 1983, di Ernest, 1991).


PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP
By : Drs Marsigit, MA
Reviewed by : Fikri Hermawan

Realistic mathematics emphasize on the construction of concrete object contex as early by student to get the mathematics concept. With using this concrete objects, student can manipulate in concrete mathematics process to abstract. The though of Hans freudental in Sugiman (2007) that mathematics is human activities and it have to be related with reality. When the student doing the mathematics study activities, then in their self occur the mahematics process. Horizontal mathematics is process of the real world to mathematics symbols, and vertical mathematics is process which occur in own mathematics process.

In the Senior High School learning of mathematics, fraction number consist of fraction number formal in contex of curriculum and syllabi, and teaching substance of own fraction number. On the competence standart, relate of fraction number teaching is so that student can understand characteristic of arithmetic operation and using in problem solving. With substance of whole number and fraction number so students are hoped can do operation of fraction number and use characteristic of aritmetic operation of fraction number in problem solving.

About developing learning of fraction number, it is can did with approach PMRI, is realistic type with approach of buttom-up where the student develop own model and then that model as base to develop formal mathematics. There are four phase of realistic mathematics learning (zulkardi, 2004), are: introduction; idea and developing; symbolic model; explanation and reason; and then closing or implementation.

Developing problem of realistic about fraction number can be did with give the real example in daily activity like as show the lemon fruits that it is divided into some part and then into studying about fraction. Study also be did with discuss of student to solve the problem about fraction number. From that activities, learning of fraction number trough PMRI can be got the conclusion that student need chance to get and reflect alternative concept, discover the new knowledge, understanding, working, and implementing fraction number. On the other hand, teachers should see their self that a teacher should be come someone who can give the good and appropriate learning so students can increase their skill mathematics.


PERAN INTUISI DALAM MATEMATIKA MENURUT IMMANUEL KANT

By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Kant's view of mathematics can contribute significantly in terms of the philosophy of mathematics, especially regarding the role of intuition and the construction of mathematical concepts. Michael Friedman (Shabel, L., 1998) mention that what Kant accomplished has given the depth and accuracy on the basis of mathematics achievement and therefore can not be ignored. In the ontology and epistemology, after the era of Kant, mathematics has been developed with the approach that is heavily influenced by Kant's view.

When seen further, Kant thought more bases to the role of intuition for the concepts of mathematics and only rely on the concept of construction as was the case in Euclidean geometry. Kant's view about the role of intuition in mathematics has provided a clear picture of the foundation, structure and mathematical truth. Moreover, if we learn more knowledge of Kant's theory, in which dominated discussion about the role and position of intuition, then we will also get an overview of the development of mathematical foundation of the philosophy of Plato to contemporary mathematics.

According to Kant (Kant, I., 1781), and the construction of mathematical understanding is obtained first discovered by pure intuition in the sense or mind. And mathematics is built on pure intuition is intuition of space and time where the concept of mathematics can be constructed synthetically. Intuition by kind and type, plays a very important to construct a mathematical as well as investigate and explain how mathematics is understood in the form of geometry or arithmatika.

Kant (Kant, I., 1787) argues that the propositions of arithmetic should be synthetic in order to obtain new concepts. If you just rely on the analytical method, then it will not be obtained for new concepts. Kant (Wilder, RL, 1952) connecting arithmetic with the intuition of time as a form of inner intuition to show that awareness of the concept of numbers includes the constituent aspects of consciousness such that the structure can be shown in order of time. So the intuition of time causes the concept of numbers became concrete in accordance with empirical experience.

While Kant (Kant, I, 1783), argues that the geometry should be based on pure spatial intuition. If the geometry of the concepts we remove the concepts of empirical or sensing, the concept of the concept of space and time would be left is that the concepts of geometry are a priori. But Kant stressed that, as in mathematics in general, the concepts of geometry is likely to be synthetic a priori if the concepts that refer only to objects that diinderanya. So in the empirical intuition of space and time are intuitions a priori.

According to Kant, is innate ability to take decisions and have intrinsic characteristics, structured and systematic. The structure of mathematical decision in accordance with the structure of mathematical propositions are linguistic expressions. Like the others, the propositions of mathematics connects subject and predicate with a copula. Relations subject, predicate and copula type is what will find types of decisions.

Senin, 14 November 2011


The Effort to Increase the Student’s Motivation
In Mathematics Learning with Some Teaching Aids in Junior High School 5 Wates, Kulon Progo, Yogyakarta, Indonesia

By: Dr. Marsigit M.A & Ida Supadmi
Reviewed by: Fikri Hermawan

Keberhasilan proses belajar mengajar matematika tidak jauh dari peran guru sebagai informator, komunikator, dan fasilitator. Metode mengajar yang digunakan oleh guru bisa berupa intervensi interaksi antara guru, siswa, dan prestasi belajar. Sampai sekarang, kita masih mendengar banyak siswa yang mengeluh bahwa matematika dipandang sebagai subjek menakutkan, tidak menarik, dan sulit untuk dilakukan, juga tidak banyak yang dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dibuktikan oleh hasil Ujian Nasional yang masih lebih rendah dari yang diharapkan, meskipun masih ada banyak siswa menyukai matematika yang ditunjukkan dengan prestasi yang baik.

Salah satu upaya guru dalam meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama adalah dengan membuat pembelajaran matematika menjadi menyenangkan, menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memaksimalkan penggunaan beberapa alat bantu pengajaran dan alat untuk demonstrasi diharapkan dapat membantu proses abstraksi siswa, yang meliputi kesulitan siswa dalam belajar.

Sikap siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal (Winoto Putro, 1993:33). Serupa dengan aktivitas, siswa dalam proses belajar-mengajar juga dipengaruhi banyak oleh dua faktor di atas. Pada faktor eksternal pada siswa, guru harus memiliki untuk memotivasi siswa terkait dengan skema bimbingan Ki Hajar Dewantoro kata-kata "Ing Madyo Mangun Karso" yang berarti guru yang harus mendorong motivasi siswa (Mugiharso, 1993). Berarti guru yang harus kreatif dalam meningkatkan motivasi siswa. Siswa SMP berada di usia antara 12 - 15 tahun. Berdasarkan perkembangan kognitif dari Peaget, usia ini milik operasi formal. Akuisisi pada tingkat ini muncul dari ide-ide untuk membandingkan, mendiskusikan dan membuat kesimpulan.


SUPPORTING EVIDENCES AND MONITORING TO DEVELOP SCHOOL-BASED CURRICULUM FOR JUNIOR HIGH SCHOOL MATHEMATICS IN INDONESIA

By : Dr. Marsigit, M. A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Menurut hasil penelitian yang relevan (Herawati Susilo, 2003), di Indonesia minat anak-anak dalam pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan alam masih rendah. Selain itu, kemampuan anak dalam memahami konsep dan proses matematika juga masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan hasil Ujian Nasional yang kurang maksimal. Permasalahan tersebut dapat diakibatkan dari sisi murid, guru, fasilitas, sistem pendidikan yang tidak komprehensif, ketidakselarasan objek pendidikan, kurikulum dan sistem evaluasi pendidikan. Sebagai tindak lanjut permasalahan ini, pemerintah berusaha menekan adanya isu-isu pendidikan dan segera mengimplemantasikan kurikulum baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diterapkan pada tahun 2006/2007. Kebijaksanaan ini tentu berkibat pada aspek kemandirian program pendidikan, pengembangan silabus, peningkatan kompetensi guru, fasilitas pembelajaran, anggaran pendidikan, keterlibatan masyarakat, sistem evaluasi dan jaminan mutu. Dalam pengembangan silabus, standar kompetensi harus terperinci sesuai dengan kompetensi dasar.

Pengembangan kurikulum, khususnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk matematika SMP, membutuhkan penelitian yang mendalam dan komprehensif dalam semua aspek yang meliputi: (1) kesempatan belajar matematika bagi semua, (2) kurikulum bukan kumpulan bahan pelajaran akan tetapi seharusnya merupakan refleksi yang koheren dengan kegiatan matematika, (3) pengajaran guru yang sesuai dan komprehensif, (4) pengembangan konsep matematika yang mendalam, (5) penilaian pembelajaran yang dilakukan guru, dan (6) menerapkan berbagai metode pembejalaran yang sesuai.

Dalam meningkatkan kualitas pendidikan matematika, pemerintah pusat seharusnya: menegaskan peran guru yang tidak hanya sebatas mengajar saja tetapi seharusnya mampu memfasilitasi murid, menegaskan kembali peran kepala sekolah yang seharusnya mendukung pengembangan guru dengan training, pelatihan maupun workshop, menegaskan kembali peran sekolah, supervisor, dan juga sistem pendidikan nasional. Dengan adanya kurikulum yang baru ini, guru dapat lebih merespon apa yang menjadi kebutuhan pembelajaran siswa untuk meningkatkan dan mengoptimalkan kemampuan siswa.