Kesimpulanku
Dalam Berfilsafat
Filsafat
ilmu merupakan sesuatu yang baru bagi saya. Selama sekolah atau kuliah saya
belum pernah mendapatkan pelajaran filsafat. Awal mulai mendapatkan mata kuliah
ini saya pikir sama seperti mata kuliah lain yang pernah saya alami. Mungkin
kuliah akan diisi dengan memberikan materi dan presentasi sama seperti mata
kuliah yang lain. Waktu demi waktu yang saya lalui untuk belajar filsafat, saya
semakin merasakan strategi yang biasa saya gunakan dalam mengikuti mata kuliah
yang lain benar-benar tidak efektif. Saya baru menyadari filsafat itu seperti
samudera yang sangat luas dan dalam, saya tidak tahu dari sisi mana untuk mulai
menyelaminya. Saya mencoba memulai dari satu sisi yang saya yakini paling
mudah, tetapi rasanya juga tidak mudah karena sisi itu juga sangat dalam. Saya
mencoba untuk melihat gambaran besarnya secara menyeluruh, tetapi indera ini
juga tidak mampu, karena samudera itu seolah tak terbatas.
Kita
berpikir menyangkut hal yang ada dan yang mungkin ada, tak ada ruang waktu yang
dapat membatasinya. Kita bisa berpikir mengenai masa lampau, masa sekarang,
bahkan masa yang akan datang. Berpikir juga tidak terikat oleh jauh dekatnya
objek yang kita pikirkan. Begitu luasnya yang dapat kita lakukan pada saat
berpikir sehingga kita perlu belajar bagaimana tata cara yang seharusnya kita
lakukan pada saat berpikir. Tata cara dalam berpikir itulah yang disebut dengan
filsafat. Banyak hal di dunia ini yang apabila dilakukan terdapat tata cara
bagaimana melakukan hal tersebut. Seperti dalam melakukan ibadah, misalnya pada
kaum muslimin yakni ibadah sholat. Dalam melakukan sholat, kaum muslimin tidak
serta merta melakukan dengan sesuka hati. Tetapi terdapat tuntunan atau tata
cara dalam melakukannya, seperti wudhu, niat, ruku’, sujud dan seterusnya.
Begitu pula dalam berpikir, terdapat adab atau tata cara yang dapat dipelajari
dalam melakukan olah pikir.
Dalam
mempelajari filsafat atau berfilsafat hanya diperlukan dua macam bekal saja
yakni berpikir kritis atau berlogika dan pengalaman. Berfilsafat harus dimulai
dari pemikiran-pemikiran yang remeh dan sepele. Sehingga dalam berfilsafat
tidak perlu menunggu suatu kejadian yang besar dan menggemparkan dunia.
Pengalaman juga diperlukan dalam berfilsafat, semakin banyak pengalaman hidup
yang diperoleh maka semakin mudah orang tersebut mencapai titik tertinggi dalam
berfilsafat.
Banyak
orang yang berfilsafat bisa mencapai titik tertinggi tersebut, tetapi
mengindahkan bahwa di atas titik tersebut terdapat yang lebih tinggi yakni
spiritual. Spiritual digariskan secara absolout yang diturunkan melalui
norma-norma sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Setinggi-tinggi
ilmu, secanggih teknologi berkembang, jangan sampai kita meninggalkan
spiritual. Jika dapat dibandingkan, maka perbandingan berfikir filsafat dengan
spiritual adalah satu berbanding dengan sepuluh. Sejauh-jauh pengembaraan dalam
filsafat, sedalam-dalamnya berfilsafat, setinggi-tingginya dalam berfilsafat maka
kita harus kembali kepada dimensi spiritual.
Untuk
menguasai filsafat, seseorang tidak dapat memilih filsafat apa yang akan dipelajari
karena semua saling berikatan berhubungan. Filsafat selalu memiliki hubungan
dengan yang lain. Seseorang tidak bisa hanya belajar filsafat dari satu sumber
pemikiran saja ataupun dari satu filsuf saja, akan tetapi harus menyeluruh dan
mendalam. Jika sesorang sudah merasa bosan dalam mempelajari filsafat, maka
yang perlu dilakukan adalah berhenti sejenak dalam berpikir.
Filsafat
merupakan kajian tentang berpikir. Kalau kalau ada pertanyaan seberapa
pentingkah filsafat, maka jawabannya adalah seberapa pentingkah berpikir untuk
kalian. Kapan seseorang dikatakan telah menguasai filsafat? Bahkan tidak ada
seorang filsuf pun yang mengaku dirinya filsuf. Hanya orang lain sajalah yang
menyebutnya sebagai filsuf. Barang siapa mengaku dirinya seorang filsuf, maka
sebenar-benarnya dia bukanlah filsuf. Para filsuf pun terus berusaha
memperlajari filsafat, apalagi selaku pembelajar awal tentunya terus berusaha
untuk mempelajari filsafat. Untuk meningkatkan kemampuan kita dalam berfilsafat
adalah dengan melakukan refleksi. Dengan melakukan refleksi, kita akan
mengetahui kemampuan otak kita. Refleksi merupakan merupakan hal mendasar pada ranah
ilmu jiwa. Refleksi merupakan tingkatan paling tinggi karena di dalamnya
terdapat judgement. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Kant bahwa hakikat
tertinggi dari berpikir adalah judgement.
Terima
kasih untuk bapak Marsigit selaku dosen yang telah memberikan bacaan-bacaan
yang menunjang saya dalam mempelajari filsafat yakni melalu elegi-elegi yang
telah bapak buat. Kegiatan merefleksikan elegi tersebut merupakan kegiatan yang
tidak saya sadari dapat membuka pikiran saya menjadi lebih berkembang dalam
menyelami suatu hal yang ada dan yang mungkin ada dalam dunia ini. Sekaligus
menjadi bahan refleksi bagi diri sendiri akan kekurangan dan kelemahan saya
sebagai manusia biasa yang hendaknya tidak boleh berhenti untuk menggapai
menjadi insan yang baik. Amin.