Rabu, 16 Januari 2013


Kesimpulanku Dalam Berfilsafat

Filsafat ilmu merupakan sesuatu yang baru bagi saya. Selama sekolah atau kuliah saya belum pernah mendapatkan pelajaran filsafat. Awal mulai mendapatkan mata kuliah ini saya pikir sama seperti mata kuliah lain yang pernah saya alami. Mungkin kuliah akan diisi dengan memberikan materi dan presentasi sama seperti mata kuliah yang lain. Waktu demi waktu yang saya lalui untuk belajar filsafat, saya semakin merasakan strategi yang biasa saya gunakan dalam mengikuti mata kuliah yang lain benar-benar tidak efektif. Saya baru menyadari filsafat itu seperti samudera yang sangat luas dan dalam, saya tidak tahu dari sisi mana untuk mulai menyelaminya. Saya mencoba memulai dari satu sisi yang saya yakini paling mudah, tetapi rasanya juga tidak mudah karena sisi itu juga sangat dalam. Saya mencoba untuk melihat gambaran besarnya secara menyeluruh, tetapi indera ini juga tidak mampu, karena samudera itu seolah tak terbatas.
Kita berpikir menyangkut hal yang ada dan yang mungkin ada, tak ada ruang waktu yang dapat membatasinya. Kita bisa berpikir mengenai masa lampau, masa sekarang, bahkan masa yang akan datang. Berpikir juga tidak terikat oleh jauh dekatnya objek yang kita pikirkan. Begitu luasnya yang dapat kita lakukan pada saat berpikir sehingga kita perlu belajar bagaimana tata cara yang seharusnya kita lakukan pada saat berpikir. Tata cara dalam berpikir itulah yang disebut dengan filsafat. Banyak hal di dunia ini yang apabila dilakukan terdapat tata cara bagaimana melakukan hal tersebut. Seperti dalam melakukan ibadah, misalnya pada kaum muslimin yakni ibadah sholat. Dalam melakukan sholat, kaum muslimin tidak serta merta melakukan dengan sesuka hati. Tetapi terdapat tuntunan atau tata cara dalam melakukannya, seperti wudhu, niat, ruku’, sujud dan seterusnya. Begitu pula dalam berpikir, terdapat adab atau tata cara yang dapat dipelajari dalam melakukan olah pikir.
Dalam mempelajari filsafat atau berfilsafat hanya diperlukan dua macam bekal saja yakni berpikir kritis atau berlogika dan pengalaman. Berfilsafat harus dimulai dari pemikiran-pemikiran yang remeh dan sepele. Sehingga dalam berfilsafat tidak perlu menunggu suatu kejadian yang besar dan menggemparkan dunia. Pengalaman juga diperlukan dalam berfilsafat, semakin banyak pengalaman hidup yang diperoleh maka semakin mudah orang tersebut mencapai titik tertinggi dalam berfilsafat.
Banyak orang yang berfilsafat bisa mencapai titik tertinggi tersebut, tetapi mengindahkan bahwa di atas titik tersebut terdapat yang lebih tinggi yakni spiritual. Spiritual digariskan secara absolout yang diturunkan melalui norma-norma sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Setinggi-tinggi ilmu, secanggih teknologi berkembang, jangan sampai kita meninggalkan spiritual. Jika dapat dibandingkan, maka perbandingan berfikir filsafat dengan spiritual adalah satu berbanding dengan sepuluh. Sejauh-jauh pengembaraan dalam filsafat, sedalam-dalamnya berfilsafat, setinggi-tingginya dalam berfilsafat maka kita harus kembali kepada dimensi spiritual.
Untuk menguasai filsafat, seseorang tidak dapat memilih filsafat apa yang akan dipelajari karena semua saling berikatan berhubungan. Filsafat selalu memiliki hubungan dengan yang lain. Seseorang tidak bisa hanya belajar filsafat dari satu sumber pemikiran saja ataupun dari satu filsuf saja, akan tetapi harus menyeluruh dan mendalam. Jika sesorang sudah merasa bosan dalam mempelajari filsafat, maka yang perlu dilakukan adalah berhenti sejenak dalam berpikir.
Filsafat merupakan kajian tentang berpikir. Kalau kalau ada pertanyaan seberapa pentingkah filsafat, maka jawabannya adalah seberapa pentingkah berpikir untuk kalian. Kapan seseorang dikatakan telah menguasai filsafat? Bahkan tidak ada seorang filsuf pun yang mengaku dirinya filsuf. Hanya orang lain sajalah yang menyebutnya sebagai filsuf. Barang siapa mengaku dirinya seorang filsuf, maka sebenar-benarnya dia bukanlah filsuf. Para filsuf pun terus berusaha memperlajari filsafat, apalagi selaku pembelajar awal tentunya terus berusaha untuk mempelajari filsafat. Untuk meningkatkan kemampuan kita dalam berfilsafat adalah dengan melakukan refleksi. Dengan melakukan refleksi, kita akan mengetahui kemampuan otak kita. Refleksi merupakan merupakan hal mendasar pada ranah ilmu jiwa. Refleksi merupakan tingkatan paling tinggi karena di dalamnya terdapat judgement. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Kant bahwa hakikat tertinggi dari berpikir adalah judgement.
Terima kasih untuk bapak Marsigit selaku dosen yang telah memberikan bacaan-bacaan yang menunjang saya dalam mempelajari filsafat yakni melalu elegi-elegi yang telah bapak buat. Kegiatan merefleksikan elegi tersebut merupakan kegiatan yang tidak saya sadari dapat membuka pikiran saya menjadi lebih berkembang dalam menyelami suatu hal yang ada dan yang mungkin ada dalam dunia ini. Sekaligus menjadi bahan refleksi bagi diri sendiri akan kekurangan dan kelemahan saya sebagai manusia biasa yang hendaknya tidak boleh berhenti untuk menggapai menjadi insan yang baik. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar