Jumat, 09 September 2011


Looking for Alternative Models
in reference to Japanese Educational Experiences


By: Dr. Marsigit, M.A.
Reviewed by: Fikri Hermawan

Gambaran pada saat praktek pengajaran di Indonesia adalah guru umumnya secara luas menjelaskan dan bertanya dalam konteks instruksi yang kemudian diikuti oleh para mahasiswanya yang bekerja pada kertas dan pensil di tempat tugas mereka. Fungsi guru sebagai tokoh sentral dalam menentukan kegiatan dan melakukan instruksi dan siswa sangat jarang aktif terlibat dalam pembelajaran secara langsung dari satu sama lain atau memulai proses interaksi dengan orang lain. 
Kebanyakan guru setelah diamati menghabiskan sebagian besar waktu mengajarnya dengan menyampaikan informasi kepada anak-anak dengan menggunakan papan tulis, yang sejauh ini digunakan sebagai alat bantu visual yang paling umum tetapi hanya sering digunakan guru sebagai alat untuk  menulis materi saja, daripada untuk presentasi untuk menuangkan dari ide-ide mahasiswa. Tantangan bagi pendidik dalam dekade berikutnya adalah untuk meningkatkan belajar siswa keterampilan yang lebih tinggi dalam matematika, guru harus mengatur instruksi untuk melibatkan anak-anak sehingga mereka secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri dengan pemahaman.
Saat ini studi tentang matematika dan ilmu pendidikan di Indonesia memiliki indikasi bahwa prestasi anak dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan  Matematika sangat rendah, seperti ditunjukkan oleh hasil Ujian Nasional (EBTANAS) tahun ke tahun baik di Sekolah Dasar dan Menengah. Penguasaan anak-anak di Matematika dan konsep serta ketrampilan Ilmu Pengetahuan masih rendah. Fakta ini mungkin sebagai hasil dari: (a) kekurangan kegiatan laboratorium, (b) kurangnya guru yang memiliki ilmu yang menguasai keterampilan pendekatan proses, (c) isi kurikulum pada Matematika dan Ilmu Pengetahuan terlalu padat, (d) waktu yang banyak yang digunakan sebagai syarat administrasi untuk menjadi guru; (e) kurangnya peralatan laboratorium dan sumber daya laboratorium manusia, (f) ketidakcocokan antara pendidikan tujuan, kurikulum, dan sistem evaluasi.
Kerja sama JICA dan Proyek Pengembangan Ilmu dan Pendidikan Pengajaran Matematika di Indonesia (IMSTEP) telah berlagsung sejak sejak 1 Oktober 1998. Untuk yang pertama, selama empat tahun di sana telah banyak kegiatan yang dilakukan di tiga universitas (Universitas Pendidikan Indonesia-UPI, Universitas Negeri Yogyakarta-UNY dan Universitas Negeri Malang-UM). Kegiatan-kegiatan tersebut banyak dilakukan untuk memperkuat guru saat sebelum dan pada saat melakukan training. Diharapkan bahwa beberapa kegiatan IMSTEP JICA dilakukan untuk meningkatkan kegiatan praktek di sekolah. Dua kegiatan termasuk dalam Proyek Matriks Rancangan direvisi "untuk melakukan uji coba untuk meningkatkan matematika dan ilmu pendidikan di sekolah dasar / sekunder" (UU 19/01) dan "bertukar pengalaman di kurikulum dan pelaksanaannya dengan sekolah-sekolah dan dalam layanan lembaga pelatihan guru ". (UU 20/01). Kedua kegiatan yang ditambahkan untuk mengakomodasi harapan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa hasil dari proyek harus memiliki efek langsung ke sekolah.
Kerjasama antara lembaga pendidikan seperti mencari model-model alternatif sebagai referensi dari pengalaman pendidikan Jepang bisa mendapatkan beberapa manfaat dan kesempatan, yakni:  Mendiskusikan dan meningkatkan pelaksanaan kurikulum yang mencakup pengembangan buku teks, bahan ajar, metodologi pengajaran, dan penilaian; Memperkaya pengalaman pendidik terhadap cara pengajaran matematika dan ilmu pengetahuan;  Meningkatkan pengajaran terhadap kualitas pembelajaran dan mengembangkan laboratorium, Memecahkan masalah belajar mengajar matematika dan ilmu pengetahuan di sekolah; Merekomendasikan cara-cara meningkatkan pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan; dan Memenuhi harapan masyarakat dari apa yang disebut pembelajaran yang baik dari pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan.
Poin-poin yang baik dari pendidikan Jepang yang dapat menjadi referensi meliputi: (a) rata-rata kemampuan dan kualitas guru kelas relatif tinggi, (b) desain kelas yang tepat untuk mengajar, (c) lingkungan pendidikan, kondisi pendidikan dan seterusnya adalah homogen untuk seluruh negeri, (d) guru rajin, (e) prinsip kesetaraan, (f) guru memiliki tanggung jawab yang kuat, (g) pengobatan guru relatif baik, dan (h) guru sekolah umum harus pindah ke sekolah lain dalam beberapa tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar